Latest Entries »

tahun baru hijriah

perkuat persaudaraan seiman dalam memperingati tahun baru hijriah dengan mereformasi seluruh prilaku beribadah, karena penyusupan musuh2 non muslim semakin berani…………….. lihat pagar mesjid kebanggaan urang banjar sudah meninggalkan idiom budaya serambi makkah……….. lantas… kemana lagi rasa cinta kita menjelang penobatan raja muda banjar

FFI 2010 TANPA SANG PENCERAH

Upaya untuk mengangkat biografi orang besar patut dihargai karena banyak memberi inspirasi. Tetapi patut disayangkan, biografi yang di maksud baru sampai pada penggambaran peristiwa-peristiwa penting yang dialami sang tokoh,” kata Ketua Komite Seleksi FFI 2010, Viva Westi saat ditemui di Gedung Film, Jalan MT Haryono, Jumat (12/11/2010).

Gila juga juri FFI tahun ini, apa dia punya lisensi untuk film biografi keagamaan ya selain sinematografi yang ditonjolkan sebagai ukuran seleksi. Atau ada alasan lain yang santer didengar penjurian pesanan atau penjurian dengan alunan musik seksualitas. Ah, masa bodoh mas Hanum kami tunggu sang pencerah berikutnya sesuai yang dijanjikan yaitu sang penegas jangan hiraukan tuh glamour FFI yang hanya menghabiskan duit negara!

Rasa keagamaan jelas tersinggung dong dengan alasan teknis begitu. Hal ini pun pernah terjadi pada FFI 1984 yang dengan alasan teknis sinematografi.  Namun, saat konfrensi pers dilakukan ralat terbuka terhadap film ‘cinta dibalik noda’ untuk diterima tim seleksi dengan alasan ada unsur yang kuat dari tidak sekedar teknis sinematografi. Brutal tidak, sistem penjurian FFI. Mirisnya lagi, sang tokoh utama terpilih menjadi pemeran utama wanita terbaik.

Kembali pada sang pencerah!  Begitu hebatnya sang viva westi sebagai ketua komite seleksi FFI 2010 dengan lancar membeberkan berbagai kekurangan atau disebutnya kesalahan landasan historis. Padahal semua mengerti dan paham bahwa ada 12 kriteria dalam seleksi penjurian FFI, lantas mengapa hanya satu alasan teknis sinematografi untuk menggambarkan sebuah biografi menjadi dasar utama menggugurkan ‘sang pencerah’ yang mampu menarik jutaan penonton selama 3 bulan pemutaran di Indonesia.

Rongsokan mana yang diunggulkan FFI 2010 dengan alasan sinematografi. Padahal akhlak bangsa saat ini sudah menjadi keprihatinan bersama untuk diperbaiki, khususnya dalam upaya menciptakan keragaman dan kebersamaan dalam kesetikawanan sosial melalui inspirasi tontonan yang bermakna religiusitas, seperti sang pencerah ini.

Tapi aku tak menemukan  jawaban di FFI 2010. Masa bodoh, bang Hanum teruskan memberikan inspirasi religiusitas  melanjutkan sang pencerah dengan sang penegas, biar kami menikmati dengan rasa yang intim nilai-nilai kemanusiaan yang universal ini.

Down to Eart, Please

Kepribadian yang sangat disukai dalam pandangan global saat ini adalah yang menyenangkan dan berpikiran sederhana tanpa harus membayangkan harapan setinggi langit.  Ternyata sulit saat ini menemukan tipikal kepribadian semacam itu disaat kita berada dipuncak kekuasaan dengan segala atribut kepangkatan dan kebijakan publik sehingga nilai-nilai yang seharusnya mampu dicerna khalayak tak mudah dipahami, untuk itu seorang kawan berceloteh pelan “down to eart, dikit dong!”

Lantas, lahir seribu wacana yang mengatasnamakan kekuasaan. Muncul berbagai jargon dari politisi yang hanya mementingkan kiprah partai. Fatalnya seorang walikota yang dipilih warga dengan harapan mau dan mampu mengayomi tanpa melihat ‘kotak pemilih’ ternyata ikut kebablasan dengan banyak kemauan dalam menata dan membangun tepian sungai yang penuh kompleksitas.  Sejak memangku jabatan di balai kota ‘Bandarmasih’ telah banyak menciptakan kontraversi dengan berbagai wacana. Pertama, perombakan kabinet yang diasumsikan sebagai pro rakyat dengan meminta ‘sekda’ dari luar struktur jabatan sehingga menimbulkan pergesekan dalam pola rekruitmen karir dan profesional kerja pegawai. Bukan tanpa alasan, karena dengan jabatan sekda dari kalangan sendiri akan memudahkan perpanjangan tangan kekuasaan dalam mengelola layanan publik tanpa harus berbelit-belit dengan birokrasi. Wacana yang cukup menggelegar adalah ‘rumah banjar’  sang walikota yang diplot sebagai salah urus dan tidak mencerminkan ikon seribu sungai. Sehingga dikaplinglah sebuah lokasi yang menghadap alur sungai sebagai wadah tetirah ‘raja banjar’ persis berhadapan dengan mesjid besar ‘sabilal muhtadin’ dengan kondisi yang memungkin seluruh warga mudah mengakses kepentingan masing-masing. Begitu pula rencana pembangunan jembatan penyeberangan yang menghubungkan kelurahan sungai jingah dengan kampung melayu sebagai terobosan kepadatan lalu lintas perkotaan dan menciptakan jalur pintas baru bagi masyarakat di pinggiran menuju pusat kota. Selain itu penataan gudang berlabel ruko di tengah perkotaan menjadi boomerang bagi pemerintahan kota dalam upaya menciptakan siteplan keberhasilan atau kegagalan meraih adipura. Begitu banyak keinginan, begitu banyak yang dimaui. Sehingga terkadang tanpa persiapan dan perencanaan yang maksimal. Padahal sebagai simbol ‘kejujuran’ yang ditunjukkan ‘raja banjar’  ketika penobatan lalu dengan meminta punggawa dan para mantri memaparkan program kerja sudah menunjukkan itikad baik agar bekerja dengan penuh tanggung jawab. Namun, publik mengikuti mana yang masih sekedar wacana, mana yang realistis dapat diwujudkan, dan mana yang mendesak harus direalisasikan.

Kita tidak perlu melihat PR yang menjadi beban dalam melanjutkan pembangunan. Pada hakikatnya keberhasilan pembangunan bukan pada kemampuan menuntaskan PR. Kepemimpinan ‘raja banjar’ saat ini memiliki khas dan karakteristik yang menyenangkan dan mudah memahami setiap keinginan warga, namun tidak harus membuat berbagai kebijakan dengan simbol-simbol yang beda kata dengan perbuatan.

Jadi, sekedar mengingatkan raja banjar yang bertahta di balai kota ‘bandarmasih’ agar tetap konsekuen dengan nilai-nilai kejujuran dalam membangun kepentingan publik tanpa harus mengedepankan kemauan dan keinginan yang tidak realistis. Warga mengapresiasi setiap kebijakan dengan melihat ke depan seraya mencatat besarnya semangat sang ‘raja banjar’ untuk menuntaskan visi dan misi yang dijanjikan secara nyata sehingga tidak berbeda antara mimpi dan kenyataan.

blogshop in my town

pagi sekali aku sudah melajang ke banjarbaru, menuju kota pendidikan. Undangan yang kubawa dari KKB tergenggam di tangan untuk menuju ruang komputer STMIK. Acara di mulai pukul 10.00 wita dengan sekapur sirih dari Mr Lary Daver form USA Embassy Jakarta dengan logat yang kental versi blogger. Menuju meja nomor 21 menghadapi PC yang siap ol memasuki dunia maya, khususnya dagdigdug.com yang menjadi materi tutorial pengolahan blog. Rekan-rekan KKB menjadi tutor untuk memberikan bimbingan dari membuat email hingga mendaftar di server. Lumayan lama, hingga jam 12 siang aku baru bisa loggin untuk mencoba posting. Sebagai pendidik (karena peserta harus pendidik, kata panitia) pengetahuan tentang blog ternyata terus berkembang pesat. Berbagai asesoris yang baru kukenal hampir tak mampu kupahami. Sebuah awal dari pesta blogger 2010 telah kulewati dengan menimba pengetahuan dari kawan-kawan bloggerhood KKB juga tutor seperti bang Novi yang rajin menjenguk layar PC satu demi satu peserta serta dagdigdug and his gang yang masih belum kukenal semuanya ramah dan penuh perhatian. Terima kasih dan semoga sukses, aku siap-siap malam ini kopdar KKB 2010 dengan title ‘baruhuian’ kembali ke banjarbaru!

Langgar Kidoel Abad XX

Lebaran yang istimewa tahun ini. Kami sekeluarga dihadapkan pada pilihan yang berbeda. Ada tayangan film dengan karakter dan visi dakwah yang  menarik untuk ditonton sebagai hiburan sekeluarga. Pertama, dawai 2 asmara yang  dibintangi artis dangdut populer Rhoma Irama dan Ridho sang anak. Kedua, sang pencerah yang menjadi catatan sejarah karena menceritakan riwayat hidup seorang pahlawan nasional, K.H. Ahmad Dahlan.

Akhirnya pilihan jatuh pada tayangan kedua yaitu film sejarah ‘Sang Pencerah’ dengan alasan lihat dulu masa lalu baru tonton masa sekarang. Terus terang tayangan ini sudah lama kutunggu. Film garapan Hanung Bramantyo ini secara keseluruhan cukup indah karena setting kultur budaya tradisional Jawa yang sangat detil tergambarkan secara nyata. Alur kisah yang ditayangkan bernuansa romantis dan humanis sesuai dengan semangat Surah Al Maun dan Surah Al Baqarah 104 yang menjadi visi dakwah sang tokoh cerita Muhammad Darwis. Hal ini terlihat pula dari karakter Lukman Sardi yang memiliki sikap berbeda dari lingkungan tanah kelahirannya sehingga membuat cemburu para sepuh dan kyai.

Visi untuk amar ma’ruf nahi munkar dan menyantuni anak yatim dan fakir  miskin tak pernah lepas dari sikap dan langkah K.H. Ahmad Dahlan dalam menegakkan aqidah yang haq berdasarkan tuntunan Al Quran dan Sunah Rasulullah, namun di tengah jalan banyak tantangan yang ditemui dari lingkungan keluarga sendiri, teman sepermainan, hingga sesepuh dan kyai sampai sang tokoh sentral ‘penghulu mesjid gede’ yang ketakutan akan hilang wibawa dan derajat keagamaan bukan karena Allah tapi pangkat oleh kesultanan Jogya.

Langgar Kidoel desa Kauman menjadi simbol modernisasi ajaran Syeh Siti Jennar saat itu. Jamaah langgar kidoel menjadi yakin dan meyakini sikap Ahmad Dahlan sebagai pelopor pemurnian ajaran Islam. Hebatnya mereka adalah anak-anak muda yang mencintai agamanya tapi tidak taklid sehingga memandang setiap permasalahan selalu dengan rasa nyaman dan tenang  Namun, sang provokator lebih memilih untuk merobohkan langgar kidoel rata dengan tanah.

Ada kesejukkan tergambar dari detik-detik runtuhnya langgar kidoel, yaitu tokoh wanita sang pencerah ‘siti walidah’ yang merasuk dalam semangat jihad Ahmad Dahlan. Getar suara siti walidah mengucapkan surah Muhammad ayat 7 – Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu telah menjadi tenaga untuk bangkit kembali. Begitu indah Hanung menempatkan tokoh wanita dalam film ini sebagai penyejuk dan penebar semangat dalam setiap setting peristiwa.

Aku ingin memberi nama langgar kidoel pada mushala di kampungku. Aku ingin samangat jihad Surah Al Baqarah 104 menjadi pondasi agar tetap berdiri tegak serta kokoh. Aku ingin gairah surah Al Maun terus bergaung dari tangan-tangan jamaah agar nilai ibadah dirasakan hingga ke pelosok.  Walaupun di samping langgar masih ada duri yang siap menusuk dan di seberang jalan ada gaung yang menggema meneriakkan kemusyrikan. Karena aku yakin masih ada kesejukkan yang dirasakan ketika bersujud di mihrabNya.

Wisata Kuliner Penggalaman

Dikejar dead line, begitulah tampak yang terlihat dari kondisi dan suasana lingkungan suatu lokasi wisata kuliner di desa Penggalaman Kecamatan Bati-Bati, Kabupaten Tanah Laut. Masih mentah dan tanpa konsep yang jelas! Padahal hari minggu ketika kami berkunjung ke sana bersama keluarga besar dari luar provinsi berangan-angan menemukan suasana kuliner banjaris yang menyenangkan. Namun, kelimpungan setelah memasuki lokasi wisata kuliner tersebut. Konsep yang disajikan belum dirancang secara alami. Padahal lingkungan alam sudah mendukung sekali sebagai simbol kota air, namun aktivitas blok-blok kuliner yang ditampilkan terasa jauh dari makna simbol tersebut. Kami sempat kebingungan mencari tempat sampah untuk membuang sisa-sisa makanan kecil dan nyaris melempar ke area danau yang bening tapi tak tega! Kuliner yang disajikan cukup mumpuni, ada soto abah anang bapukah sebagai icon kuliner kota bajarmasin yang cukup terkenal, ada ayam goreng kalasan sebagai icon kota Jogya, ada ikan bakar dengan berbagai variasi bumbu masak, serta kios-kios kecil yang menyediakan makanan ringan seperti bakso, mie ayam, gado-gado, pencok cingur manis, dan aneka minuman. Bukankah ini sebuah kuliner yang mengundang rasa berbagai selera lidah nusantara. Seandainya sedikit sentuhan kenyamanan, jalur pintu masih blok kuliner yang tersendiri serta blok game bananas boat yang tersusun baik tanpa harus tumpang tindih dengan blok game lain, pasti asyik lho!

Tapi aq berbaik sangka. Mungkin ini soft openning! Sehingga konsep yang disajikan hanya untuk mengejar detik-detik lebaran saja. Ke depan aq berharap wisata kuliner penggalaman menjadi salah satu tujuan warga masyarakat yang memikat tanpa harus menjiplak konsep tempat wisata sejenis yang sudah ada. Lahirkan inovasi baru yang berciri khas desa penggalaman. Misalnya, ayam bakar penggalaman (maksudnya membakar ayam pakai kayu galam) atau ikan sapat susun galam (wah ini bumbunya apa, ya) lebih nikmat sebelum tersaji pesanan disuguhkan jus akar galam dan kue lapis kulit galam etc.

Jujur, aja dengan adanya tempat wisata yang berjarak cukup dekat dengan kota Banjarmasin ini sangat menggugah selera kuliner. Namun tanpa kesan yang menyenangkan pengunjung tentu sulit menarik pelanggan. Perhatikan hal-hal kecil seperti tempat sampah, lokasi parkir yang tidak bikin ban amblas, atau musik yang nyaring tapi nggak nyaman di telinga karena cuma bising yang terdengar. Oh, ya bedakan pintu masuk antara blok kuliner dengan lokasi game-game sehingga nggak menganggu ketika asyik makan orang lewat bolak-balik (fotocopy, kale)

bertambah satu lagi, tempat santai wisata kuliner dengan konsep lingkungan alami penggalaman! Bravo

Salam Lebaran

Buat kawan-kawan KKB yang lagi ngumpul kopdar di Banjarbaru, mohon maaf tidak dapat berhadir dan terimalah salam lebaran dengan menghaturkan ucapan minal aidin wal faizin. Semoga tetap sukses dan terus berkarya buat semua.

syukur

pagi yang indah, hari ini tak terjadi pengumuman perang dengan negara Malaysia karena sejarah dan budaya serumpun. Aku bersyukur, damai telah menjadi pilihan bijak pemerintah karena pada hakikatnya masalah yang diperebutkan belum maksimal diusahakan batasan dan kesepakatan secara riil. So, mulailah para petugas kebijakan tuk bergerak perang dengan memutuskan persoalan secara adil.
damai bumi dan jiwa Indonesiaku.

lailatulqadr

sepuluh malam lagi tasisa bulan penuh berkah dan ampunan Allah Swt, tapi jangan ditanya banyaknya urang nang beribadah di mesjid paling harat di banjarmasin, cukup lihat betapa panjang saf sepeda motor di parkir siring, bayangkan sampai ke luar dari area mesjid – berarti penuh dong!

Begitu pula ramai berjejal menunggu waktu diskon 70% di toserba dan mall. Mengejar lailatulqadr ternyata tidak mesti harus di pesujudan mesjid, cukup di pelataran tepi jalan dekat aroma mesjid – atau di beranda dan lorong pertokoan sambil menenteng tasbih di tangan dan sejadah di bahu serta rukuh di tas kresek.

pantas, kita tak peka lagi dengan sentuhan aqidah Islami – ketika mesjid menjadi kosong dan diisi oleh makhluk asing liberalis – atau mushala kehilangan jama’ah karena shaum menjadi alasan untuk bersuka cita meninggalkan bulan ramadhan – merdeka kembali dengan kebebasan pluralistik.

mengapa fitrah, tak menjadi akhir di sepuluh hari ini!

Islamic Calendar